Posts tagged ‘bekam.com’

ISTILAH KEDOKTERAN & FARMASI DALAM BAHASA MANDARIN

Banyak terminologi kesehatan masih dalam bahasa asli yang kita jumpai dalam bahasa Mandarin yang kita jumpai sehari-hari baik dalam TCM (Tradisional China Medicine) maupun obat-obatan china yang kita beli di toko obat China.

di bawah ini, saya mecoba memperkenalkan beberapa istilah yang sering ditanyakan di Apotik atau Rumah Sakit maupun masyarakat awam.

  1. Yisheng : dokter 医生
  2. Tafu : tabib     大夫
  3. zhuyuan : paien / diopname
  4. tuoshui : dehidrasi
  5. kan bing : periksa dokter 看病
  6. Bing : sakit 病
  7. tong : sakit (lokal)
  8. kesou : batuk
  9. shuidao : cacar air
  10. guomin : alergi
  11. shazi : campak
  12. fashao : demam
    huoshan : luka bakar
  13. hualiubing : penyakit kelamin
  14. pifubing : penyakit kulit
  15. shiling bing : penyakit musiman
  16. baixuebing : kanker darah
  17. jiehe : TBC
  18. paozhen : herpes
  19. xiedu : diare
  20. Liji : disentri
  21. meidu : sphylis
  22. xiaochan : abortus
  23. tiwen guodi : hipertermia
  24. mangchang : usus buntu
  25. tianhua : cacar
  26. dineng : cacat mental
  27. shuairuo : lemah syaraf
  28. jinshi : rabun jauh
  29. xue : darah
  30. xian xue  : darah segar (baru)
  31. xueguan : pembuluh darah
  32. gan mao : flu
  33. tou teng : sakit kepala
  34. kesou : sakit tenggorokan / batuk
  35. qiangshang : luka tembak
  36. tiwuwanfa : luka dan memar sekujur tubuh
  37. xiao erke : dokter anak
  38. yanke yisheng : dokter mata
  39. Yayi : dokter gigi
  40. du : demam
  41. tiruo  : pusing
  42. shanghan : tifus
  43. tu xie : muntaber
  44. du zi teng : sakit perut
  45. yaotong : sakit pinggang
  46. ya teng : sakit gigi
  47. ti wen : suhu badan
  48. tiwenbiao : termometer
  49. tiyuliaofa : pengobatan
  50. Da zhen : suntik , menyuntik
  51. xue ya : tekanan darah
  52. shixue : kehilangan darah
  53. xinzangbing : penyakit jantung
  54. doumiao : vaksin cacar
  55. biyun : kontrasepsi
  56. shimian : insomnia
  57. shuxue : transfusi darah
  58. shuxuezhe : donor darah
  59. xueku : bank darah
  60. zhuanjia : spesialis
  61. hua yan shi : laboratorium

TERMINOLOGI FARMASI

  1. Yaojishi : apoteker药剂师
  2. Yaowan  : pil药丸
  3. pian : tablet
  4. yaogao : salep
  5. Yaocao : obat tradisional
  6. kangjunsu : antibiotik
  7. andingji : obat penenang
  8. zhitongyao : obat penenang
  9. zhixieyao : obat diare
  10. xieyao : obat cuci perut
  11. yanyao : obat tetes mata
  12. kesoupian : obat batuk bentuk tablet isap
  13. kesou tangjiang : sirup obat batuk
  14. zhixueyao : obat anti perdarahan
  15. qiangzhuang yao : obat kuat/tonikum
  16. chi yao : minum obat
  17. yaofang : resep obat
  18. kai yaofan : memberi resep
  19. yaoheng : dosis obat
  20. ge : takaran
  21. yaoxing : khasiat obat

Anatomi Tubuh Manusia:

  1. Toufa : rambut头发
  2. Yanjing : mata
  3. Yanqiu : bola mata
  4. Yanpi : kelopak mata
  5. Jiemao : bulu mata
  6. taiyangxue : pelipis
  7. huzi : jenggot, kumis
  8. erduo : telinga
  9. zuichun : bibir
  10. she : lidah
  11. xiongbu : payudara
  12. shou zhi : jari
  13. xiaomuzhi : jari kelingking
  14. zhongzhi : jari tengah
  15. shenti  : tubuh
  16. xiongkou : ulu hati
  17. xiongqiang : rongga dada
  18. xiongwei : lingkar dada
  19. mimitou : puting
  20. tunbu : bokong
  21. duqi : pusar
  22. Yaobu : pinggang
  23. Yindao : vagina
  24. yinmao : bulu kemaluan
  25. yinhe : klitoris
  26. Yinjing : penis
  27. xigai : lutut
  28. xigaigu : tempurung lutut
  29. Pigu : pantat, bokong
  30. Yaozi : ginjal
  31. naoke : tengkorak
  32. jinqu : tulang dan otot

Sumber: http://husinrm.wordpress.com/

Tabel Pergerakan Alam di dalam perilaku manusia

Tabel Pergerakan Alam di dalam perilaku manusia

Elemen

Kayu

Api

Tanah

Logam

Air

Emosi

Marah/Gusar

Gembira

Belas kasih, peduli

Sedih

Takut

Nada Suara

Berteriak, lantang

Tertawa, terkikik

Berlagu romantis

Merengek

Mengerang, bersuara berat

Prilaku ketika stress

Kontrol

Sedih, cemas

Keras kepala, kaku, bersendawa

Penolakan

Gemetar

Karakter

Mudah marah

Selalu gembira

Tenang dingin

Melankonis penakut

Penakut paranoid

Sifat dasar

Hun :

jiwa, visi,   inspirasi

Shen :

kesadaran,

cinta

Yi :

intelek, intelegensi

Po :

Insting

Zhen : keinginan hidup, libido

Fungsi sifat dasar

Rencana

Keputusan

Organisasi

Integrasi

Perbaikan

kepemimpinan

Refleksi

Memori

Konsentrasi

Pemikiran

Analitikal

Mempesona

Meditasi

Bentuk  energi

Spiritual

Psikologi

Fisik

Energi Vital

Sifat Turunan

Pengaruh elemen

Perkemba-ngan fisik

Aliran energi meredian

Perkembangan tubuh atau bentuk konsistensi

Irama kontraksi dan ekpansi

Imajinasi dan Fantasi

Analisis

Perkelahian

Keramaian

Makan  dan minum

Obyek putih

Samudra

Kapal

Impian

Hutan

Pepohonan

Api

Tertawa

Nyanyian

Musik

Terbang

Tenggelam

Tabel Pergerakan Alam di dalam fisiologi dan patologi

Tabel Pergerakan Alam di dalam fisiologi dan patologi

Elemen

Kayu

Api

Tanah

Logam

Air

Organ Zang

Hati

Paricardium

Jantung

Limpa

Paru-paru

Ginjal

Ogan Fu

K. Empedu

San Ciao

Usus Kecil

Lambung

Usus Besar

K. Kemih

Jaringan

Otot dan tendon

Pembuluh darah

Jaringan pembuluh

Kulit dan bulu badan

Tulang dan sumsum tulang

Pancaindra

Mata

Lidah

Mulut

Hidung

Telinga

Fluida

Air mata

Keringat

Air liur dan getah bening

Lendir, ingus

Air seni, cairan telinga

Ekspresi energi

Kuku

Warna kulit

Bibir

Bulu badan

Rambut kepala

Warna

Hijau

Merah

Kuning dan coklat

Putih

Biru dan Hitam

Warna ketika sakit

Hijau muda

Campuran merah/putih

Kuning

Pucat putih

Abu-abu, kusam, coklat tua

Bentuk terapi

Olah raga

fisik

Psikoterapi

Akupunk-tur

Diet

Pijat

Pernafasan

Ramuan

Hipnotrapi

Yoga

Meditasi

Teori Pergerakan Alam di Alam Semesta

Gambaran Teori Pergerakan Alam di Alam Semesta

Elemen

Kayu

Api

Tanah

Logam

Air

Gerakan

Perluasan ke atas, samping  kanan kiri dan bawah

Vertikal

ke atas

Horisontal ke sini ke sana

Pemusatan konsentrasi

Vertikal ke bawah

Siklus Hidup

Lahir dan tumbuh

Bermeka-

ran

Matang dan berubah

Terlalu

Tetap di tempat dan jatuh

Warna

Hijau

Merah

Kuning dan coklat

Putih

Biru dan Hitam

Arah

Timur

Selatan

Tengah

Barat

Utara

Musim

Semi

Panas

Akhir musim panas

Gugur

Dingin

Cuaca

Berangin

Panas

Lembab

Kering

Dingin

Karakter energi

Suam-suam

Lembut

Hangat

Panas beruap

Sejuk

Dingin dan beku

Waktu

Pagi

Tengah hari

Sore

Malam

Tengah malam

Penggunaan  energi

Tumbuh

Mekar

Matang

Panen

Disimpan

Rasa

Hambar

Asam

Pahit

Manis

Pedas

Asin

Biji-bijian

Gandum

Jagung

Padi-padian

Beras

Gandum

Kacang

kacangan

Buah

Plum,Beri

Aprikot

Kurma

Peach

Anggur

Persiapan

Dikukus

Dimakan

Direbus

Dipanggang

Dibakar

Bumbu

Kayu manis

Gingseng

Kulit jeruk

Bumbu pedas

Marsmallow

Sedasi

Bumbu masak dari tumbuhan

Jintan

Kemangi

Jahe

Peterseli

Modul 1 Terapi Holistik Team An-Nahl, Pudji Hartanto, Akp.

Baca artikel sebelumnya klik di sini

Sebab-sebab Penghapus Dosa Kita

Oleh Ust. Abu Muhammad Abdul Jabbar

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mengatakan:
“Dosa-dosa itu akan mengurangi keimanan. Jika seorang hamba bertaubat, Allah k akan mencintainya. Derajatnya akan diangkat disebabkan taubatnya.
Sebagian salaf mengatakan: ‘Dahulu setelah Nabi Dawud ‘alaihissalam bertaubat, keadaannya lebih baik dibandingkan sebelum terjatuh dalam kesalahan. Barangsiapa yang ditakdirkan untuk bertaubat maka dirinya seperti yang dikatakan Sa’id ibnu Jubair radhiyallahu ‘anhu, “Sesungguhnya seorang hamba yang melakukan amalan kebaikan, bisa jadi dengan sebab amalan kebaikannya itu akan memasukkannya ke dalam neraka. Bisa jadi pula seorang hamba melakukan amalan kejelekan akan tetapi membawa dirinya masuk ke dalam surga. Hal itu karena ia membanggakan amalan kebaikannya. Sebaliknya, hamba yang terjatuh ke dalam kejelekan membawa dirinya untuk meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni kesalahan-kesalahannya.”
Telah disebutkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِمِ

“Amal-amal (seorang hamba) tergantung amalan-amalan yang dikerjakan pada akhir kehidupannya.”

Sesungguhnya kesalahan/dosa seorang mukmin akan dihapuskan dengan sepuluh sebab, sebagai berikut:
1. Bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya. Karena seseorang yang bertaubat dari sebuah dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa.
2. Meminta ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuninya.
3. Mengerjakan amalan-amalan kebaikan, karena amalan-amalan kebaikan akan menghapuskan amalan-amalan kejelekan.
4. Mendapatkan doa dari saudara-saudaranya yang beriman. Mereka memberikan syafaat kepadanya ketika masih hidup dan sesudah meninggal.
5. Mendapatkan hadiah pahala dari amalan-amalan saudara-saudaranya yang beriman agar Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan manfaat kepadanya dari hadiah tersebut.
6. Mendapatkan syafaat dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
7. Mendapatkan musibah-musibah di dunia ini yang akan menghapuskan dosa-dosanya.
8. Mendapatkan ujian-ujian di alam barzakh yang akan menghapus dosa-dosanya.
9. Mendapatkan ujian-ujian di padang Mahsyar pada hari kiamat yang akan menghapuskan dosa-dosanya.
10. Mendapatkan rahmat dari Arhamur Rahimin, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Barangsiapa yang tidak memiliki salah satu sebab dari sebab-sebab yang bisa menghapuskan dosa-dosa ini, janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا عِبَادِي إِنَّمَا هِيَ أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلَا يَلُومَنَّ إِلَّا نَفْسَهُ

“Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya ini adalah amalan-amalanmu. Aku menghitungnya untukmu kemudian Aku membalasinya untukmu. Maka barangsiapa yang mendapatkan kebaikan hendaklah ia memuji Allah, dan barangsiapa yang mendapatkan selain daripada itu maka janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri.”

(Diambil dari Risalah Tuhfatul ‘Iraqiyah fi A’malil Qalbiyyah hal. 32-33, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu)
Sumber : http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_on melalui Blog ini

Higiene dan Sanitasi untuk Klinik Terapi Tradisional

Dalam pelatihan Aspetri Pengda Jateng 2011, disampaikan topik menarik berupa Higinis dan Sanitasi untuk Klinik Terapis.

Secara umum, pembahasannya meliputi:

1. Higiene dan sanitasi Perorangan bagi pengobat Tradisional dan asisten atau karyawan yang bekerja di klinik

2. Higiene dan sanitasi gedung klinik

3. Persyaratan air bersih yang digunakan untuk aktifitas klinik

Juga disinggung bagaimana seharusnya klinik membuat standarisasi pelayanan herbal yang ada di klinik.

Sebagai tambahan dari penulis ada beberapa yang perlu oleh pengobat tradisional dengan keteramapilan seperti bekam dll, terkait dengan materi tersebut, yaitu:

1. Higiene dan sanitasi peralatan yang digunakan untuk bekam.

2. Standar sterilisasi alat.

3.Standar pemusnahan alat habis pakai.

4. Prosedur tetap terapi yang dijabarkan secara lengkap terpadu hingga arahan gizi/diet selama perawatan.

 

7 Perkara yang Diperintah dan 7 Perkara yang Dilarang

Kajian Kitab

عمدة الاحكام

Kitabul Libas

(Pembahasan tentang Pakaian)

Hadits ke-396 dari Kitab Umdatul Ahkam

(Oleh : Ust. Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsary, Lc)

عَنْ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ  قَالَ : (( أَمَرْنَا رَسُولُ اللهِ بِسَبْعٍ، وَنَهَانَا عَنْ سَبْعٍ : أَمَرْنَا بِعِيَادَةِ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعِ الْجِنَازَةِ، وَتَشْمِيتِ الْعَاطِسِ، وَإِبْرَارِ الْقَسَمِ ( أَوْ الْمُقْسِمِ )، وَنَصْرِ الْمَظْلُومِ، وَإِجَابَةِ الدَّاعِي، وَإِفْشَاءِ السَّلامِ. وَنَهَانَا عَنْ خَوَاتِيمَ – أَوْ عَنْ تَخَتُّمٍ – بِالذَّهَبِ، وَعَنْ الشُّرْبِ بِالْفِضَّةِ، وَعَنْ الْمَيَاثِرِ، وَعَنْ الْقَسِّيِّ، وَعَنْ لُبْسِ الْحَرِيرِ، وَالإِسْتَبْرَقِ، وَالدِّيبَاجِ )).

396 – Dari Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan : bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kami dengan tujuh perkara dan melarang kepada kami dengan tujuh perkara pula.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami  untuk :

  1. Menjenguk orang sakit,
  2. Mengiringi jenazah,
  3. Mengucapkan ” يرحمك الله ” terhadap orang yang bersin yang mengucapkan     ” الحمد لله ” ,
  4. Membebaskan sumpah atas orang yang bersumpah,
  5. Membela seorang yang dizhalimi,
  6. Memenuhi undangan seorang yang mengundang,
  7. Menyebarkan salam.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami dari :

  1. Memakai cincin emas
  2. Minum dengan menggunakan gelas dari perak
  3. Memakai kendaraan yang dihias dengan sutera
  4. Memakai Al-Qassi (salah satu jenis pakaian yang terbuat dari sutera yang berasal dari daerah Qassi, Mesir).
  5. Menggunakan sutera halus
  6. Menggunakan sutera tebal
  7. Menggunakan sutera kasar

[ HR. Al-Bukhari 1239, 5639, 5650, 5849, 5863, 6235; Muslim 2066 ]

Penjelasan Hadits :

Hadits ini diriwayatkan oleh seorang shahabat muda yang bernama Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah seorang shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam putra shahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau sahabat mulia dari kalangan Anshar dari suku Aus.

Dalam hadits yang mulia ini, shahabat Al-Bara’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu menyampaikan sebda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang di dalamnya mengandung perintah sekaligus larangan,

 

Kaidah : Apabila seorang shahabat mengatakan: “kami telah diperintah” atau “kami telah dilarang”, maka apa yang diriwayatkan oleh mereka tersebut dihukumi marfu’ (bersumber langsung dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ).

1. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengunjungi orang yang sakit,

Dalam hadits ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menanamkan sifat kebersamaan di antara kaum muslimin, sehingga ketika ada saudara yang sakit maka termasuk hak dari saudara tersebut adalah untuk dijenguk.

Di antara hikmahnya :

  • Dari sisi orang yang sakit, ia akan mendapatkan hiburan dan rasa kegembiraan apabila diperhatikan oleh saudara-saudaranya sesama kaum muslimin. Orang yang sakit tersebut akan berkata: “ternyata saudara saya tidak hanya dekat dengan saya ketika dalam keadaan sehat dan senang.”
  • Dengan adanya kunjungan tersebut akan terjalin suatu amalan yang mulia yaitu saling mendoakan. Di antara bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika mendapati orang yang sakit untuk mendoakannya.

Adapun macam-macam do’a yang diucapkan oleh orang yang menjenguk orang sakit :

لاَ بَأْسَ، طَهُورُ إِنْ شَاءَ اللهُ

“Tidak mengapa, Insya Allah sakit yang kamu derita sebagai pembersih dari segala dosa.”

شَفَاكَ اللهُ

“Semoga Allah memberi kesembuhan kepadamu.”

2. Mengiringi jenazah seorang muslim ketika diantarkan ke kuburannya.

Kita telah ketahui bahwa perbuatan seperti ini memiliki pahala yang besar. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menyebutkan bahwa bagi orang yang menshalatkan jenazah seorang muslim maka akan mendapatkan pahala sebesar 1 qirath dan apabila ia mengantarkannya sampai ke kuburan maka akan mendapatkan 1 qirath juga.

(1 qirath sebesar 1 gunung Uhud)

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَالَ « مَنِ اتَّبَعَ جَنَازَةَ مُسْلِمٍ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا ، وَكَانَ مَعَهُ حَتَّى يُصَلَّى عَلَيْهَا ، وَيَفْرُغَ مِنْ دَفْنِهَا، فَإِنَّهُ يَرْجِعُ مِنَ الأَجْرِ بِقِيرَاطَيْنِ، كُلُّ قِيرَاطٍ مِثْلُ أُحُدٍ، وَمَنْ صَلَّى عَلَيْهَا ثُمَّ رَجَعَ قَبْلَ أَنْ تُدْفَنَ فَإِنَّهُ يَرْجِعُ بِقِيرَاطٍ » . وكان ابن عمر يصلي عليها ثم ينصرف فلما بلغه حديث أبي هريرة قال لقد ضيعنا قراريط كثيرة

Dari shahabat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang mengikuti jenazah seorang muslim atas dorongan iman dan mengharap pahala, dia mengikutinya sejaki dishalatkan hingga selesai dimakamkan, maka ia kembali dengan membawa pahala sebesar 2 qirath. Satu qirath sebesar gunung Uhud. Barangsiapa yang hanya menyalatkan jenazah tersebut, kemudian ia kembali sebelum jenazah tersebut dimakamkan, maka ia kembali dengan membawa pahala 1 qirath saja.

Suatu ketika shabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu menyalatkan jenazah kemudian pulang. Maka ketika sampai kepada beliau hadits dari shahabat Abu Hurairah tersebut, beliau mengatakan : “Sungguh kita telah menyia-nyiakan banyak qirath.” [Muttafaqun ‘alaihi]

Mengiringi jenazah terdapat keutamaan yang besar bagi seorang yang mengiringinya yaitu:

  • Akan mendapatkan pahala 2 qirath bagi seorang ikut menyalatkan dan mengiringinya hingga selesai dimakamkan.
  • Orang yang mengiringi jenazah ini akan mendapatkan suatu pelajaran (ibroh) manakala sampai ke kubur. Melihat bagaimana seorang dimakamkan di dalam kuburnya. Seorang yang berakal akan bisa mengambil pelajaran, bahwa dirinya pasti juga akan bernasib sama. Sehingga dia akan berusaha untuk memperbaiki amalnya karena itulah yang akan mengantarkannya kepada kebahagian di alam kubur dan di akhirat.
  • Faedah bagi si mayit dengan diiringi oleh saudaranya sesama kaum muslimin dan dido’akan ampunan, do’a-do’a yang dibacakan oleh saudara-saudaranya tersebut akan bermanfaat baginya.

Demikian pula ketika sampai di pekuburan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan agar memberi salam kepada penghuni kubur, maka penghuni kubur akan mendapatkan do’a (salam sejahtera dan permohonan ampun), sehingga terjalin yang erat antara orang yang mengantarkan jenazah dengan si mayit dan penghuni kubur, yaitu mengucapkan :

« السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ ».

“Keselamatan atas kalian wahai penduduk rumah kaum mukminin. Kami dengan kehendak Allah pasti akan mengikuti kalian.” [HR. Muslim 249]

3. Ucapan ” يَرْحَمُكَ اللهُ ” (Semoga Allah memberi rahmat kepadamu) terhadap orang yang bersin yang mengucapkan ( اَلحَمْدُ للهِ ) (Segala puji bagi Allah).

Ini merupakan  salah satu gambaran tentang indahnya Islam. Sampai dalam hal bersin, yang mungkin bagi selain dari umat Islam merupakan hal yang sepele, akan tetapi dalam Islam terdapat suatu adab/aturan yang sangat indah, yaitu ketika seorang bersin dituntunkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengucapkan ( اَلحَمْدُ للهِ ) (Segala puji bagi Allah).

Kemudian bagi yang mendengar seorang yang bersin dan mengucapkan  ( اَلحَمْدُ للهِ ) (Segala puji bagi Allah) maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan untuk menjawabnya dengan ucapan  ( يَرْحَمُكَ اللهً ) (Semoga Allah memberi rahmat kepadamu).

Tidak hanya sampai disini, namun bagi orang yang bersin tersebut dituntunkan juga untuk menjawab  dengan ucapan  ( يَهْدِكُمُ اللهُ وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ ) (Semoga Allah memberi hidayah kepadamu dan memperbaiki segala urusanmu). Hal ini merupakan tuntunan yang indah dalam Islam, sampai-sampai dalam hal bersin terdapat tuntunan saling mendo’akan antara sesama muslim, yang apabila dipahami dengan baik maka akan menjalin ukhuwah sesama muslim.

Oleh karena itu, tidak ada agama yang lebih sempurna dan benar yang menekankan terhadap adab dan akhlak yang mulia selain agama Islam, sampai dalam permasahan yang paling kecil dan remeh sekalipun, Islam yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberikan bimbingan dengan sebaik-baiknya.  Sumbernya klik di sini

Adab-Adab Saat Sakit

Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sifat hikmah dan keadilan-Nya menimpakan berbagai ujian dan cobaan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman pada khususnya, dan seluruh makhluk pada umumnya.

Di antara bentuk ujian dan cobaan itu adalah adanya berbagai jenis penyakit di zaman ini, karena kemaksiatan dan kedurhakaan umat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Ar-Rum: 41)

Islam adalah agama yang sempurna, yang menuntut seorang muslim agar tetap menjaga keimanannya dan status dirinya sebagai hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang muslim akan memandang berbagai penyakit itu sebagai:

1. Ujian dan cobaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Al-Mulk: 2)

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (Al-Anbiya`: 35)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata dalam tafsirnya tentang ayat ini: “Kami menguji kalian, terkadang dengan berbagai musibah dan terkadang dengan berbagai kenikmatan. Maka Kami akan melihat siapa yang bersyukur dan siapa yang kufur (terhadap nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala), siapa yang sabar dan siapa yang putus asa (dari rahmat-Nya). Sebagaimana perkataan Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: ‘Kami akan menguji kalian dengan kejelekan dan kebaikan, maksudnya yaitu dengan kesempitan dan kelapangan hidup, dengan kesehatan dan sakit, dengan kekayaan dan kemiskinan, dengan halal dan haram, dengan ketaatan dan kemaksiatan, dengan petunjuk dan kesesatan; kemudian Kami akan membalas amalan-amalan kalian’.”

Ujian dan cobaan akan datang silih berganti hingga datangnya kematian.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu?” (Al-Baqarah: 214)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: “(Ujian yang akan datang adalah) berbagai penyakit, sakit, musibah, dan cobaan-cobaan lainnya.”

Bila demikian, maka sikap seorang muslim tatkala menghadapi berbagai ujian dan cobaan adalah senantiasa berusaha sabar, ikhlas, mengharapkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, terus-menerus memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga tidak marah dan murka terhadap taqdir yang menimpa dirinya, tidak pula putus asa dari rahmat-Nya.

2. Penghapus dosa.
Seandainya setiap dosa dan kesalahan yang kita lakukan mesti dibalas tanpa ada maghfirah (ampunan)-Nya ataupun penghapus dosa yang lain, maka siapakah di antara kita yang selamat dari kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala? Sehingga, termasuk hikmah dan keadilan Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa Dia menjadikan berbagai ujian dan cobaan itu sebagai penghapus dosa-dosa kita.

إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ

“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Hud: 114)

Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

مَا يُصِيبُ الْمُسْلمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

‘Tidaklah menimpa seorang muslim kelelahan, sakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan dan duka, sampai pun duri yang mengenai dirinya, kecuali Allah akan menghapus dengannya dosa-dosanya.” (Muttafaqun alaih)

Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullahu berkata dalam Syarh Riyadhish Shalihin (1/94): “Apabila engkau ditimpa musibah maka janganlah engkau berkeyakinan bahwa kesedihan atau rasa sakit yang menimpamu, sampaipun duri yang mengenai dirimu, akan berlalu tanpa arti. Bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menggantikan dengan yang lebih baik (pahala) dan menghapuskan dosa-dosamu dengan sebab itu. Sebagaimana pohon menggugurkan daun-daunnya. Ini merupakan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, bila musibah itu terjadi dan orang yang tertimpa musibah itu:
a. mengingat pahala dan mengharapkannya, maka dia akan mendapatkan dua balasan, yaitu menghapus dosa dan tambahan kebaikan (sabar dan ridha terhadap musibah).
b. lupa (akan janji Allah Subhanahu wa Ta’ala), maka akan sesaklah dadanya sekaligus menjadikannya lupa terhadap niat mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dari penjelasan ini, ada dua pilihan bagi seseorang yang tertimpa musibah: beruntung dengan mendapatkan penghapus dosa dan tambahan kebaikan, atau merugi, tidak mendapatkan kebaikan bahkan mendapatkan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala karena dia marah dan tidak sabar atas taqdir tersebut.”

3. Kesehatan adalah nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang banyak dilupakan.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيْهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ

“Dua kenikmatan yang kebanyakan orang terlupa darinya, yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari)

Betapa banyak orang yang menyadari keberadaan nikmat kesehatan ini, setelah dia jatuh sakit. Sehingga musibah sakit ini menjadi peringatan yang berharga baginya. Setelah itu dia banyak bersyukur atas nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala tersebut. Itulah golongan yang beruntung.

Adab-adab Syar’i ketika Sakit
Di antara bukti kesempurnaan Islam, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuntunkan adab-adab yang baik ketika seorang hamba tertimpa sakit. Sehingga, dalam keadaan sakit sekalipun, seorang muslim masih bisa mewujudkan penghambaan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara adab-adab tersebut adalah:

1. Sabar dan ridha atas ketentuan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta berbaik sangka kepada-Nya.

Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرٌ لَهُ، وَإِذَا أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرٌ لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan sikap ini tidak dimiliki kecuali oleh orang yang mukmin. Apabila kelapangan hidup dia dapatkan, dia bersyukur, maka hal itu kebaikan baginya. Apabila kesempitan hidup menimpanya, dia bersabar, maka hal itu juga baik baginya.” (HR. Muslim)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِاللهِ تَعَالَى

“Janganlah salah seorang di antara kalian itu mati, kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)

2. Berobat dengan cara-cara yang sunnah atau mubah dan tidak bertentangan dengan syariat.
Diriwayatkan dari Abud Darda` radhiyallahu ‘anhu secara marfu’:

إِنَّ اللهَ خَلَقَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ

“Sesungguhnya Allah menciptakan penyakit dan obatnya. Maka berobatlah kalian, dan jangan berobat dengan sesuatu yang haram.” (HR. Ad-Daulabi. Asy-Syaikh Al-Albani menyatakan sanad hadits ini hasan. Lihat Ash-Shahihah no. 1633)

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا أَنْزَلَ اللهُ مِنْ دَاءٍ إِلاَّ أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً، عَلِمَهُ مَنْ عَلِمَهُ وَجَهِلَهُ مَنْ جَهِلَهُ

“Tidaklah Allah menurunkan satu penyakit pun melainkan Allah turunkan pula obat baginya. Telah mengetahui orang-orang yang tahu, dan orang yang tidak tahu tidak akan mengetahuinya.” (HR. Al-Bukhari. Diriwayatkan juga oleh Al-Imam Muslim dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)

Di antara bentuk pengobatan yang sunnah adalah:

a. Madu dan berbekam
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الشِّفَاءُ فِي ثَلَاثَةٍ: شُرْبَةِ عَسَلٍ، وَشِرْطَةِ مُحَجِّمٍ، وَكَيَّةِ نَارٍ، وَأَنَا أَنْهَى عَنِ الْكَيِّ –وَفِي رِوَايَةٍ: وَلاَ أُحِبُّ أَنْ أَكْتَوِي

“Obat itu ada pada tiga hal: minum madu, goresan bekam, dan kay1 dengan api, namun aku melarang kay.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam riwayat lain: “Aku tidak senang berobat dengan kay.”

b. Al-Habbatus sauda` (jintan hitam)
Dari Usamah bin Syarik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْحَبَّةُ السَّوْدَاءُ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ دَاءٍ إِلاَ السَّامَ

Al-Habbatus Sauda` (jintan hitam) adalah obat untuk segala penyakit, kecuali kematian.” (HR. Ath-Thabarani. Dikatakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu bahwa sanadnya hasan, dan hadits ini punya banyak syawahid/pendukung)

c. Kurma ‘ajwah
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

فِي عَجْوَةِ الْعَالِيَةِ أَوَّلُ الْبُكْرَةِ عَلىَ رِيْقِ النَّفَسِ شِفَاءٌ مِنْ كُلِّ سِحْرٍ أَوْ سُمٍّ

“Pada kurma ‘ajwah ‘Aliyah yang dimakan pada awal pagi (sebelum makan yang lain) adalah obat bagi semua sihir atau racun.” (HR. Ahmad. Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu menyatakan hadits ini sanadnya jayyid (bagus). Lihat Ash-Shahihah no. 2000)

d. Ruqyah
Yaitu membacakan surat atau ayat-ayat Al-Qur’an atau doa-doa yang tidak mengandung kesyirikan, kepada orang yang sakit. Bisa dilakukan sendiri maupun oleh orang lain.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ

“Dan Kami turunkan dari Al-Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Al-Isra`: 82)

Asy-Syaikh As-Sa’di rahimahullahu dalam tafsirnya berkata: “Al-Qur`an itu mengandung syifa` (obat) dan rahmat. Namun kandungan tersebut tidak berlaku untuk setiap orang, hanya bagi orang yang beriman dengannya, yang membenarkan ayat-ayat-Nya, dan mengilmuinya. Adapun orang-orang yang zalim, yang tidak membenarkannya atau tidak beramal dengannya, maka Al-Qur`an tidak akan menambahkan kepada mereka kecuali kerugian. Dan dengan Al-Qur`an berarti telah tegak hujjah atas mereka.”

Obat (syifa`) yang terkandung dalam Al-Qur`an bersifat umum. Bagi hati/ jiwa, Al-Qur`an adalah obat dari penyakit syubhat, kejahilan, pemikiran yang rusak, penyimpangan, dan niat yang jelek. Sedangkan bagi jasmani, dia merupakan obat dari berbagai sakit dan penyakit.

Dari Abu Abdillah Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّهُ شَكَا إِلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَجَعًا يَجِدُ فِي جَسَدِهِ، فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ضَعْ يَدَكَ عَلىَ الَّذِي يَأْلَمُ مِنْ جَسَدِكَ وَقُلْ: بِسْمِ اللهِ -ثَلَاثًا-؛ وَقُلْ سَبْعَ مَرَّاتٍ: أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

Dia mengadukan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang rasa sakit yang ada pada dirinya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Letakkanlah tanganmu di atas tempat yang sakit dari tubuhmu, lalu bacalah: بِسْمِ اللهِ (tiga kali), kemudian bacalah tujuh kali:

أَعُوذُ بِعِزَّةِ اللهِ وَقُدْرَتِهِ مِنْ شَرِّ مَا أَجِدُ وَأُحَاذِرُ

‘Aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya, dari kejelekan yang aku rasakan dan yang aku khawatirkan’.” (HR. Muslim)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjenguk sebagian keluarganya (yang sakit) lalu beliau mengusap dengan tangan kanannya sambil membaca:
اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ، أَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاءُكَ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Ya Allah, Rabb seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini. Sembuhkanlah, Engkau adalah Dzat yang Maha Menyembuhkan. (Maka) tidak ada obat (yang menyembuhkan) kecuali obatmu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (Muttafaqun ‘alaih)
Atau berobat dengan cara-cara yang mubah, misalkan berobat ke dokter atau orang lain yang memiliki keahlian dalam pengobatan seperti ramuan, refleksi, akupunktur, dan sebagainya.
Adapun berobat kepada tukang sihir atau dukun, atau dengan cara-cara perdukunan semacam mantera yang mengandung unsur syirik, atau rajah-rajah yang tidak diketahui maknanya, maka haram hukumnya, dan bisa menyebabkan seseorang keluar (murtad) dari Islam. Dari Mu’awiyah ibnul Hakam radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku berkata:
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِالْجَاهِلِيَّةِ وَقَدْ جَاءَ اللهُ تَعَالَى بِالْإِسْلاَمِ وَمِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ. قَالَ: فَلاَ تَأْتِهِمْ
“Wahai Rasulullah, aku baru saja meninggalkan masa jahiliah. Dan sungguh Allah telah mendatangkan Islam. Di antara kami ada orang-orang yang mendatangi para dukun.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Janganlah engkau mendatangi mereka (para dukun).” (HR. Muslim)
Dari Shafiyyah bintu Abi ‘Ubaid, dari sebagian istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ فَصَدَّقَهُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ يَوْمًا
“Barangsiapa mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu lalu dia membenarkannya, maka tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari.” (HR. Muslim)

3. Bila sakitnya bertambah parah atau tidak kunjung sembuh, tidak diperbolehkan mengharapkan kematian.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمْ الْمَوْتَ لِضُرٍّ أَصَابَهُ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ فَاعِلًا فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي

“Janganlah salah seorang kalian mengharapkan kematian karena musibah yang menimpanya. Apabila memang harus melakukannya, maka hendaknya dia berdoa:

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الْوَفَاةُ خَيْراً لِي

‘Ya Allah, hidupkanlah aku bila kehidupan itu adalah kebaikan bagiku dan wafatkanlah aku bila kematian itu adalah kebaikan bagiku’.” (Muttafaqun ‘alaih)

4. Apabila dirinya mempunyai kewajiban (seperti hutang, pinjaman, dll), atau amanah yang belum dia tunaikan, atau kezaliman terhadap hak orang lain yang dia lakukan, hendaknya dia bersegera menyelesaikannya dengan yang bersangkutan, bila memungkinkan.
Bila tidak memungkinkan, karena jauh tempatnya, atau belum ada kemampuan, atau sebab lainnya, hendaknya dia berwasiat (kepada ahli warisnya) dalam perkara tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Al-Mu`minun: 8)

Dari Abu Huraiah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيْهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ مِنْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِيْنَارٌ وَدِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ

“Barangsiapa berbuat kezaliman terhadap saudaranya, baik pada harga dirinya atau sesuatu yang lain, hendaknya dia minta agar saudaranya itu menghalalkannya (memaafkannya) pada hari ini, sebelum (datangnya hari) yang tidak ada dinar maupun dirham. Apabila dia memiliki amal shalih, akan diambil darinya sesuai kadar kezalimannya (lalu diberikan kepada yang dizaliminya). Apabila dia tidak memiliki kebaikan-kebaikan, akan diambil dari kejelekan orang yang dizalimi lalu dipikulkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:

لَمَّا حَضَرَ أُحُدٌ دَعَانِي أَبِي مِنَ اللَّيْلِ فَقَالَ: ماَ أُرَانِي إِلاَّ مَقْتُولاً فِي أَوَّلِ مَنْ يُقْتَلُ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لاَ أَتْرُكُ بَعْدِي أَعَزَّ عَلَيَّ مِنْكَ غَيْرَ نَفْسِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنَّ عَلَيَّ دَيْنًا فَاقْضِ وَاسْتَوْصِ بِإِخْوَتِكَ خَيْرًا. فَأَصْبَحْنَا فَكَانَ أَوَّلَ قَتِيلٍ

“Sebelum terjadi perang Uhud, ayahku memanggilku pada malam harinya. Dia berkata: ‘Tidak aku kira kecuali aku akan terbunuh pada golongan yang pertama terbunuh di antara para sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan sesungguhnya aku tidak meninggalkan setelahku orang yang lebih mulia darimu, kecuali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesungguhnya aku mempunyai hutang maka tunaikanlah. Nasihatilah saudara-saudaramu dengan baik.’ Tatkala masuk pagi hari, dia termasuk orang yang pertama terbunuh.” (HR. Al-Bukhari)

5. Disyariatkan segera menulis wasiat dengan saksi dua orang lelaki muslim yang adil. Bila tidak didapatkan karena safar, boleh dengan saksi dua orang ahli kitab yang adil.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا شَهَادَةُ بَيْنِكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ حِينَ الْوَصِيَّةِ اثْنَانِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ أَوْ ءَاخَرَانِ مِنْ غَيْرِكُمْ إِنْ أَنْتُمْ ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَأَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةُ الْمَوْتِ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila salah seorang kamu menghadapi kematian, sedang dia akan berwasiat, maka hendaklah (wasiat itu) disaksikan oleh dua orang yang adil di antara kamu, atau dua orang yang berlainan agama dengan kamu, jika kamu dalam perjalanan di muka bumi lalu kamu ditimpa bahaya kematian.” (Al-Ma`idah: 106)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata:

مَا حَقَّ امْرُؤٌ مُسْلِمٌ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ وَلَهُ شَيْءٌ يُرِيدُ أَنْ يُوصِيَ فِيهِ إِلاَّ وَوَصَّيْتُهُ عِنْدَ رَأْسِهِ. وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا: مَا مَرَّتْ عَلَيَّ لَيْلَةٌ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ إِلاَّ وَعِنْدِي وَصِيَّتِي

“Tidak berhak seorang muslim melalui dua malam dalam keadaan dia memiliki sesuatu yang ingin dia wasiatkan kecuali wasiatnya berada di sisinya.”

Dan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Tidaklah berlalu atasku satu malam pun semenjak aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata demikian, kecuali di sisiku ada wasiatku.” (Muttafaqun ‘alaih)

Ibnu Abdil Bar rahimahullahu berkata (At-Tamhid, 14/292): “Para ulama bersepakat bahwa wasiat itu bukan wajib, kecuali bagi orang yang memiliki tanggungan-tanggungan yang tanpa bukti, atau dia memiliki amanah yang tanpa saksi. Apabila demikian, dia wajib berwasiat. Tidak boleh dia melalui dua malam pun kecuali sungguh telah mempersaksikan hal itu.
Diperbolehkan baginya mewasiatkan sebagian harta yang ditinggalkan, maksimal sepertiganya. Tidak boleh lebih dari itu. Bahkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Aku senang bahwa orang mengurangi dari jumlah 1/3 menjadi ¼ dalam hal wasiat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sepertiga itu banyak’.” (HR. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan Al-Baihaqi)

Wasiat tersebut tidak boleh untuk ahli waris yang berhak mendapatkan warisan, kecuali dengan kerelaan dari seluruh ahli waris lainnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ قَدْ أَعْطَى كُلَّ ذِي حَقٍّ حَقَّهُ فَلاَ وَصِيَّةَ لِوَارِثٍ

“Sesungguhnya Allah telah memberi setiap yang memiliki hak akan haknya, maka tidak ada wasiat untuk ahli waris.” (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi, dihasankan oleh Al-Albani dalam Al-Irwa`)

Ibnu Mundzir rahimahullahu berkata (Al-Ijma’ hal. 100): “Para ulama sepakat bahwa tidak ada wasiat untuk ahli waris kecuali para ahli waris (yang lain) memperbolehkannya.”
Ibnu Katsir rahimahullahu berkata (Tafsir Al-Qur`anil ‘Azhim, 1/471): “Ketika wasiat itu adalah rekayasa dan jalan untuk memberi tambahan kepada sebagian ahli waris, serta mengurangi dari sebagian mereka, maka wasiat itu haram hukumnya, berdasarkan ijma’ dan dengan Al-Qur`an:

غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ

“(Wasiat itu) tidak memberi mudarat (kepada sebagian pihak). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (An-Nisa`: 12)

Adapun wasiat yang bertentangan dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah, maka wasiat tersebut batil dan tidak boleh dilaksanakan. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa yang mengada-adakan perkara baru pada urusan (agama) ku ini apa yang tidak berasal darinya, maka hal itu tertolak.”(Muttafaqun ‘alaih)

6. Berwasiat agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai As-Sunnah
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata (Ahkamul Jana`iz, hal. 17-18): “Ketika adat kebiasaan yang dilakukan mayoritas kaum muslimin pada masa ini adalah bid’ah dalam urusan agama, lebih-lebih dalam masalah jenazah, maka termasuk perkara yang wajib adalah seorang muslim berwasiat (kepada ahli warisnya) agar jenazahnya diurus dan dikuburkan sesuai As-Sunnah, untuk mengamalkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”2
Oleh karena itulah, para sahabat radhiyallahu ‘anhum mewasiatkan hal tersebut. Atsar-atsar dari mereka (dalam hal ini) banyak sekali. Di antaranya:

a. Dari Amir bin Sa’d bin Abi Waqqash, bahwa ayahnya (yakni Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu) berkata ketika sakit yang mengantarkan kepada wafatnya:

أَلْحِدُوا لِي لَحْدًا وَانْصِبُوا عَلَيَّ نَصْبًا اللَّبِنَ كَمَا صُنِعَ بِرَسُولِ اللهِ

“Buatlah liang lahat untukku, dan tegakkanlah atasku bata sebagaimana dilakukan demikian kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

b. Dari Abu Burdah dia berkata: Abu Musa radhiyallahu ‘anhu mewasiatkan ketika hendak meninggal: “Apabila kalian berangkat membawa jenazahku maka cepatlah dalam berjalan. Jangan mengikutkan (jenazahku) dengan bara api. Sungguh jangan kalian membuat sesuatu yang akan menghalangiku dengan tanah. Janganlah membuat bangunan di atas kuburku. Aku mempersaksikan kepada kalian dari al-haliqah (wanita yang mencukur gundul rambutnya karena tertimpa musibah), as-saliqah (wanita yang menjerit karena tertimpa musibah), dan al-khariqah (wanita yang merobek-robek pakaiannya karena tertimpa musibah).” Mereka bertanya: “Apakah engkau mendengar sesuatu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hal itu?” Dia menjawab: “Ya, dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Ahmad 4/397, Al-Baihaqi 3/395, dan Ibnu Majah, sanadnya hasan)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata dalam Al-Adzkar: “Disunnahkan baginya dengan kuat untuk mewasiatkan kepada mereka (ahli waris) untuk menjauhi adat kebiasaan yang berupa bid’ah dalam pengurusan jenazah. Dan dikuatkan perkara tersebut (dengan wasiat).”
Wallahu a’lam bish-shawab.

1 Besi dibakar, lalu ditempelkan pada urat yang sakit.
2 At-Tahrim: 6. –pen

Klik Info lainnya yang bermanfaat di sini

Menjaga Aqidah Saat Sakit

Setiap orang yang beriman pasti akan diberikan ujian oleh Allah subhanahu wata’ala. Ujian tersebut beragam bentuknya, sesuai kondisi dan kadar keimanan seseorang. Ujian bisa berupa kesenangan dan bisa pula berupa kesusahan. Dan salah satu dari bentuk ujian tersebut adalah tertimpanya seseorang dengan suatu penyakit yang menggerogoti dirinya.

Sebagaimana yang Allah subhanahu wata’ala sebutkan dalam surat Al-‘Ankabut ayat 1sampai 3, bahwa hikmah diberikannya ujian kepada kaum mukminin adalah untuk mengetahui[1] siapa yang jujur dan siapa yang dusta dalam pengakuan iman mereka tersebut.

Demikian juga ketika sakit, seseorang akan teruji tingkat kejujuran iman dan aqidah dia. Sangat disayangkan, ternyata di sana masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran syari’at yang dilakukan oleh orang yang sedang tertimpa penyakit. Di antara mereka ada yang tidak menerima bahkan menolak takdir Allah yang sedang dia rasakan tersebut. Bahkan ada yang mengatakan dan mengklaim bahwa Allah tidak adil kepada dirinya, Allah telah berbuat zhalim kepadanya, dan sebagainya, na’udzubillah min dzalik. Ada pula yang tidak sabar dan putus asa dengan keadaannya tersebut sehingga dia sangat berharap ajal segera menjemputnya. Dan bahkan ada pula yang nekad melakukan upaya bunuh diri dengan harapan penderitaannya segera berakhir. Ini semua menunjukkan lemahnya iman dan kurang jujurnya dia dalam ikrar keimanannya tersebut.

Lalu bagaimana bimbingan syari’at yang mulia dan sempurna ini dalam menyikapi permasalahan-permasalahan seperti itu? Solusi apa yang seharusnya dilakukan oleh setiap hamba yang mengaku beriman kepada Allah ‘azza wajalla, Rasul-Nya dan hari akhir jika tertimpa suatu penyakit agar iman dan aqidah ini senantiasa terjaga? Maka kali ini insya Allah akan kami tengahkan kepada anda, bagaimana syari’at membimbing anda tentang sikap yang seharusnya dilakukan oleh seseorang yang sedang mengalami sakit agar dia dikatakan sebagai seorang yang jujur dalam keimanan dan aqidahnya. Di antara sikap tersebut adalah[2]:

1. Hendaknya dia merasa ridha dengan takdir dan ketentuan Allah subhanahu wata’ala tersebut, bersabar dengannya dan berbaik sangka kepada Allah subhanahu wata’ala dengan apa yang sedang dia rasakan. Karena segala yang dia terima adalah merupakan sesuatu terbaik yang Allah subhanahu wata’ala berikan padanya. Ini merupakan sikap seorang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dengan keimanan yang benar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh sangat menakjubkan urusan seorang mukmin, karena segala urusannya adalah berupa kebaikan. Dan tidaklah didapatkan keadaan yang seperti ini kecuali pada diri seorang mukmin saja. Ketika dia mendapatkan kebahagiaan, dia segera bersyukur. Maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan ketika dia mendapatkan kesusahan dia bersabar. Maka itu menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim dari shahabat Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ‘anhu)

Beliau juga bersabda:

لَا يَمُوتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلَّا وَهُوَ يُحْسِنُ بِاللَّهِ الظَّنَّ

“Janganlah salah seorang diantara kalian meninggal kecuali dalam keadaan dia berbaik sangka kepada Allah.” (HR. Muslim dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma)

2. Hendaknya dia memiliki sikap raja’ (berharap atas rahmat Allah subhanahu wata’ala) dan rasa khauf (takut dan cemas dari adzab Allah subhanahu wata’ala)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى شَابٍّ وَهُوَ فِي الْمَوْتِ فَقَالَ كَيْفَ تَجِدُكَ قَالَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنِّي أَرْجُو اللَّهَ وَإِنِّي أَخَافُ ذُنُوبِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ مَا يَرْجُو وَآمَنَهُ مِمَّا يَخَافُ

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendatangi seorang pemuda yang sedang sakit. kemudian beliau bertanya kepadanya: “Bagaimana keadaanmu?” Pemuda itu menjawab: “Demi Allah ya Rasulullah, sungguh saya sangat mengharapkan rahmat Allah dan saya takut akan siksa Allah dikarenakan dosa-dosa saya.” Maka kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidaklah dua sifat tersebut ada pada seorang hamba yang dalam keadaan seperti ini, kecuali Allah akan memberikan apa yang dia harapkan dan akan memberi rasa aman dengan apa yang dia takutkan.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu).

3. Tidak diperbolehkan baginya untuk mengharapkan kematian segera menjemputnya ketika penyakitnya ternyata semakin menjadi parah dan memburuk.

أأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَى الْعَبَّاسِ وَهُوَ يَشْتَكِي فَتَمَنَّى الْمَوْتَ فَقَالَ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّ رَسُولِ اللَّهِ لَا تَتَمَنَّ الْمَوْتَ إِنْ كُنْتَ مُحْسِنًا تَزْدَادُ إِحْسَانًا إِلَى إِحْسَانِكَ خَيْرٌ لَكَ وَإِنْ كُنْتَ مُسِيئًا فَإِنْ تُؤَخَّرْ تَسْتَعْتِبْ خَيْرٌ لَكَ فَلَا تَتَمَنَّ الْمَوْتَ قَالَ يُونُسُ وَإِنْ كُنْتَ مُسِيئًا فَإِنْ تُؤَخَّرْ تَسْتَعْتِبْ مِنْ إِسَاءَتِكَ خَيْرٌ لَكَ

“Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi pamannya ‘Abbas yang sedang sakit. Dia mengeluh dan berharap kematian segera datang menjemputnya. Maka beliau bersabda kepadanya: “Wahai pamanku, janganlah engkau berharap kematian itu datang. Jika engkau adalah orang baik, maka engkau bisa menambah kebaikanmu, dan itu baik untukmu. Namun jika engkau adalah orang yang banyak melakukan kesalahan, maka engkau dapat mengingkari dan membenahi kesalahanmu itu, dan itu baik bagimu. maka janganlah berharap akan kematian.” (HR. Ahmad dan Al-Hakim dari shahabiyyah Ummul Fadhl radhiyallahu ‘anha)

Namun ketika ternyata dia tidak bisa bersabar dan harus melakukannya, maka hendaknya dia mengucapkan:

اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتْ الْحَيَاةُ خَيْرًا لِي وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتْ الْوَفَاةُ خَيْرًا لِي

“Ya Allah hidupkanlah aku apabila kehidupan itu lebih baik bagiku. Dan matikanlah aku apabila kematian itu lebih baik bagiku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu)

4. Hendaknya dia berwasiat ketika merasa ajalnya telah dekat untuk dipersiapkan dan dilakukan pengurusan jenazahnya nanti sesuai dengan bimbingan syari’at dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan bid’ah. Hal ini sebagai bentuk pengamalan firman Allah subhanahu wata’ala :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari api neraka.” (At-Tahrim: 6)

Dan di sana banyak kisah- kisah para sahabat yang mereka berwasiat dengan hal ini ketika merasa ajal segera menjemputnya. Salah satunya adalah kisah shahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu yang pernah berwasiat ketika dia merasa ajal telah dekat. Dia berkata:

إِذَا مِتُّ فَلَا تُؤْذِنُوا بِي إِنِّي أَخَافُ أَنْ يَكُونَ نَعْيًا فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَى عَنْ النَّعْيِ

“Jika aku mati, janganlah kalian mengumumkannya. aku takut kalau perbuatan tersebut termasuk na’i (mengumumkan kematian yang dilarang sebagaimana dilakukan orang-orang jahiliyyah), karena sesungguhnya aku mendengar Rasulullah melarang perbuatan na’i tersebut.” (HR. At-Tirmidzi)

Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata dalam kitabnya Al-Adzkar: “Sangat dianjurkan bagi seorang muslim untuk berwasiat kepada keluarganya agar meninggalkan kebiasaan atau adat yang ada dari berbagai bentuk kebid’ahan dalam penyelenggaraan jenazah. Dan hendaknya dia menekankan permasalahan itu.”

Wallahu A’lam.

Diringkas dari Kitab Ahkamul Jana-iz karya Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah oleh Al-Ustadz Abdullah Imam.
[1] Dan Allah subhanahu wata’ala Maha Mengetahui kadar dan tingkat kejujuran iman seseorang walaupun tidak memberikan ujian kepada hamba-Nya itu.

[2] Diringkas dari kitab Ahkamul Jana-iz karya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu ta’ala.

(Dikutip dari www.assalafy.org, melalui blog ini))

Dahsyatnya Sakaratul Maut

Allah subhanahu wata’ala dengan sifat rahmah-Nya yang sempurna, senantiasa memberikan berbagai peringatan dan pelajaran, agar para hamba-Nya yang berbuat kemaksiatan dan kezhaliman bersegera meninggalkannya dan kembali ke jalan Allah subhanahu wata’ala.

Sementara hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala yang beriman akan bertambah sempurna keimanannya dengan peringatan dan pelajaran tersebut.

Namun, berbagai peringatan dan pelajaran, baik berupa ayat-ayat kauniyah maupun syar’iyah tadi tidak akan bermanfaat kecuali bagi orang-orang yang beriman.

Allah subhanahu wata’ala berfiman (yang artinya):

“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)

Di antara sekian banyak peringatan dan pelajaran, yang paling berharga adalah tatkala seorang hamba dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan sakaratul maut yang menimpa saudaranya. Sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَيْسَ الْخَبَرُ كَالْمُعَايَنَةِ

“Tidaklah berita itu seperti melihat langsung.” (HR. At-Tirmidzi dari Abdullah bin Umarradhiyallahu ‘anhu. Lihat Ash-Shahihah no. 135)

Tatkala ajal seorang hamba telah sampai pada waktu yang telah Allah subhanahu wata’ala tentukan, dengan sebab yang Allah subhanahu wata’ala takdirkan, pasti dia akan merasakan dahsyat, ngeri, dan sakit yang luar biasa karena sakaratul maut, kecuali para hamba-Nya yang Allah subhanahu wata’ala istimewakan. Mereka tidak akan merasakan sakaratul maut kecuali sangat ringan. Sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala (yang artinya):

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (Qaf: 19)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ إِلَهَ إِلاَ اللهُ، إِنَّ لِلْمَوْتِ سَكَرَاتٍ

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah. Sesungguhnya kematian ada masa sekaratnya.” (HR. Al-Bukhari)

Allah subhanahu wata’ala dengan rahmah-Nya telah memberitahukan sebagian gambaran sakaratul maut yang akan dirasakan setiap orang, sebagaimana diadakan firman-Nya (yang artinya):

“Maka mengapa ketika nyawa sampai di tenggorokan, padahal kamu ketika itu melihat, sedangkan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat, maka mengapa jika kamu tidak dikuasai (oleh Allah )? Kamu tidak mengembalikan nyawa itu (kepada tempatnya) jika kamu adalah orang-orang yang benar?” (Al-Waqi’ah: 83-87)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya), ‘Maka ketika nyawa sampai di tenggorokan.’ Hal itu terjadi tatkala sudah dekat waktu dicabutnya.

‘Padahal kamu ketika itu melihat’, dan menyaksikan apa yang ia rasakan karena sakaratul maut itu.

‘Sedangkan Kami (para malaikat) lebih dekat terhadapnya (orang yang akan meninggal tersebut) daripada kamu, tetapi kamu tidak melihat mereka (para malaikat).’ Maka Allah subhanahu wata’ala menyatakan: Bila kalian tidak menginginkannya, mengapa kalian tidak mengembalikan ruh itu tatkala sudah sampai di tenggorokan dan menempatkannya (kembali) di dalam jasadnya?” (Lihat Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 4/99-100)

Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

“Sekali-kali jangan. Apabila nafas (seseorang) telah (mendesak) sampai ke tenggorokan, dan dikatakan (kepadanya): ‘Siapakah yang dapat menyembuhkan?’, dan dia yakin bahwa sesungguhnya itulah waktu perpisahan (dengan dunia), dan bertaut betis (kiri) dengan betis (kanan), kepada Rabbmu lah pada hari itu kamu dihalau.” (Al-Qiyamah: 26-30)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Ini adalah berita dari Allah subhanahu wata’ala tentang keadaan orang yang sekarat dan tentang apa yang dia rasakan berupa kengerian serta rasa sakit yang dahsyat (mudah-mudahan Allah subhanahu wata’ala meneguhkan kita dengan ucapan yang teguh, yaitu kalimat tauhid di dunia dan akhirat). Allah subhanahu wata’ala mengabarkan bahwasanya ruh akan dicabut dari jasadnya, hingga tatkala sampai di tenggorokan, ia meminta tabib yang bisa mengobatinya. Siapa yang bisa meruqyah? (Lihat Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim)

Kemudian, keadaan yang dahsyat dan ngeri tersebut disusul oleh keadaan yang lebih dahsyat dan lebih ngeri berikutnya (kecuali bagi orang yang dirahmati Allah subhanahu wata’ala). Kedua betisnya bertautan, lalu meninggal dunia. Kemudian dibungkus dengan kain kafan (setelah dimandikan). Mulailah manusia mempersiapkan penguburan jasadnya, sedangkan para malaikat mempersiapkan ruhnya untuk dibawa ke langit.

Setiap orang yang beriman akan merasakan kengerian dan sakitnya sakaratul maut sesuai dengan kadar keimanan mereka. Sehingga para Nabi‘alaihimussalam adalah golongan yang paling dahsyat dan pedih tatkala menghadapi sakaratul maut, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ بَلاَءً اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِيْنِهِ

“Sesungguhnya manusia yang berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang yang semisalnya, kemudian yang semisalnya. Seseorang diuji sesuai kadar agamanya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2398 (2/64), dan Ibnu Majah no. 4023, dan yang selainnya. Lihat Ash-Shahihah no. 143)

Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

فَلاَ أَكْرَهُ شِدَّةَ الْمَوْتِ ِلأَحَدٍ أَبَدًا بَعْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Aku tidak takut (menyaksikan) dahsyatnya sakaratul maut pada seseorang setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam .” (HR. Al-Bukhari no. 4446)

Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Para ulama mengatakan bahwa bila sakaratul maut ini menimpa para nabi, para rasul ‘alaihimussalam, juga para wali dan orang-orang yang bertakwa, mengapa kita lupa? Mengapa kita tidak bersegera mempersiapkan diri untuk menghadapinya? Allah subhanahu wata’ala berfirman (yang artinya):

“Katakanlah: ‘Berita itu adalah berita yang besar, yang kamu berpaling darinya’.” (Shad: 67-68)

Apa yang terjadi pada para nabi ‘alaihimussalam berupa pedih dan rasa sakit menghadapi kematian, serta sakaratul maut, memiliki dua faedah:

1. Agar manusia mengetahui kadar sakitnya maut, meskipun hal itu adalah perkara yang tidak nampak. Terkadang, seseorang melihat ada orang yang meninggal tanpa adanya gerakan dan jeritan. Bahkan ia melihat sangat mudah ruhnya keluar. Alhasil, ia pun menyangka bahwa sakaratul maut itu urusan yang mudah. Padahal ia tidak mengetahui keadaan yang sebenarnya dirasakan oleh orang yang mati. Maka, tatkala diceritakan tentang para nabi yang menghadapi sakit karena sakaratul maut -padahal mereka adalah orang-orang mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala, dan Allah subhanahu wata’ala pula yang meringankan sakitnya sakaratul maut pada sebagian hamba-Nya- hal itu akan menunjukkan bahwa dahsyatnya sakaratul maut yang dirasakan dan dialami oleh mayit itu benar-benar terjadi -selain pada orang syahid yang terbunuh di medan jihad-, karena adanya berita dari para nabi ‘alaihimussalam tentang perkara tersebut. (At-Tadzkirah, hal. 25-26)

Al-Imam Al-Qurthubirahimahullah mengisyaratkan kepada hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam

مَا يَجِدُ الشَّهِيدُ مِنْ مَشِّ الْقَتْلِ إِلاَّ كَمَا يَجِدُ أَحَدُكُمْ مِنْ مَشِّ الْقُرْصَةِ

“Orang yang mati syahid tidaklah mendapati sakitnya kematian kecuali seperti seseorang yang merasakan sakitnya cubitan atau sengatan.” (HR. At-Tirmidzi no. 1668)

Al-Imam Al-Qurthubirahimahullah melanjutkan:

2. Kadang-kadang terlintas di dalam benak sebagian orang, para nabi adalah orang-orang yang dicintai Allah subhanahu wata’ala. Bagaimana bisa mereka merasakan sakit dan pedihnya perkara ini? Padahal Allah subhanahu wata’ala Maha Kuasa untuk meringankan hal ini dari mereka, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

أَمَّا إِنَّا قَدْ هَوَّنَّا عَلَيْكَ

“Adapun Kami sungguh telah meringankannya atasmu.”

Maka jawabannya adalah:

إِنَّ أَشَدَّ النَّاسِ بَلاَءً فِي الدُّنْيَا اْلأَنْبِيَاءُ ثُمَّ اْلأَمْثَلُ فَاْلأَمْثَلُ

“Sesungguhnya orang yang paling dahsyat ujiannya di dunia adalah para nabi, kemudian yang seperti mereka, kemudian yang seperti mereka.” (Lihat Ash-Shahihah no. 143)

Maka Allah subhanahu wata’ala ingin menguji mereka untuk menyempurnakan keutamaan-keutamaan serta untuk meninggikan derajat mereka di sisi Allahsubhanahu wata’ala. Hal itu bukanlah kekurangan bagi mereka dan bukan pula azab. (At-Tadzkirah, hal. 25-26)

Malaikat yang Bertugas Mencabut Ruh

Allah subhanahu wata’ala dengan kekuasaan yang sempurna menciptakan malakul maut (malaikat pencabut nyawa) yang diberi tugas untuk mencabut ruh-ruh, dan dia memiliki para pembantu sebagaimana firman-Nya subhanahu wata’ala (yang artinya):

“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikan kamu’ kemudian hanya kepada Rabbmulah kamu akan dikembalikan.” (As-Sajdah: 11)

Asy-Syaikh Abdullah bin ‘Utsman Adz-Dzamari hafizahullah berkata: “Malakul maut adalah satu malaikat yang Allah subhanahu wata’ala beri tugas untuk mencabut arwah para hamba-Nya. Namun tidak ada dalil yang shahih yang menunjukkan bahwa nama malaikat itu adalah Izrail. Nama ini tidak ada dalam Kitab Allah subhanahu wata’ala, juga tidak ada di dalam Hadits-hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala hanya menamainya malakul maut, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):. Allah subhanahu wata’ala hanya menamainya malakul maut, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):

“Katakanlah: ‘Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu’.” (As-Sajdah: 11)

Ibnu Abil Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Ayat ini tidak bertentangan dengan firman Allah subhanahu wata’ala (yang artinya):

“Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya. Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, bahwa segala hukum (pada hari itu) kepunyaan-Nya. Dan Dialah Pembuat perhitungan yang paling cepat.” (Al-An’am: 61-62)

Karena malakul maut yang bertugas mencabut ruh dan mengeluarkan dari jasadnya, sementara para malaikat rahmat atau para malaikat azab (yang membantunya) yang bertugas membawa ruh tersebut setelah keluar dari jasad. Semua ini terjadi dengan takdir dan perintah Allah subhanahu wata’ala, (maka penyandaran itu sesuai dengan makna dan wewenangnya).” (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, hal. 602)

Wallahu a’lam bish showab.

Penulis: Al-Ustadz Abul Abbas Muhammad Ihsan. Sumber